Jakarta - Wakil Menteri Energi Sumber Daya Mineral (MESD) Widjajono Partowidagdo telah pergi untuk selamanya di atas Gunung Tambora. Namun buah pemikirannya soal energi khususnya migas di Indonesia masih tersisa. Salah satunya adalah soal majunya bisnis migas di Malaysia yang lebih maju dari Indonesia. Padahal Malaysia belajar dari Indonesia.
Dalam bukunya yang berjudul 'Migas dan Energi di Indonesia; Permasalahan dan Kebijakan' yang dikutipdetikFinance, Senin (23/4/2012), Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengulas sedikit soal pengelolaan migas di Malaysia lewat perusahaan nasional petronas.
Widjajono mengatakan, Malaysia sebenarnya belajar mengelola perminyakan dari Indonesia dengan mengadopsi sistem production sharing contract (kontrak bagi hasil migas) yang sampai saat ini dilakukan pemerintah Indonesia.
"Tetapi dengan kerjasama Petronas dan pemerintah serta iklim investasi di Malaysia yang lebih baik, maka Malaysia lebih berhasil dalam implementasi," jelas Widjajono dalam bukunya tersebut.
Bahkan di 2007, berdasarkan ranking perusahaan migas oleh Petroleum Intelligent Weekly, disebutkan peringkat Petronas jauh di atas Pertamina. Petronas menduduki peringkat 17 sebagai perusahaan migas terkemuka dari segi bisnisnya, sementara Pertamina menduduki peringkat 30.
Petronas yang didirikan pemerintah Malaysia pada 17 Agustus 1974 memang cepat berkembang sebagai perusahaan migas ternama dunia karena di dalam negerinya, Petronas diberikan hak khusus untuk mengelola kontrak bagi hasil migas. Di Indonesia, pengelolaan kontrak bagi hasil dipegang langsung oleh pemerintah melalui BP Migas, setelah sebelumnya Pertamina yang berkuasa.
Dalam bukunya, Widjajono mengatakan, pemerintah Malaysia memberikan hak penuh kepada Petronas untuk mengeksploitas seluruh sumber daya di negeri jiran tersebut. Bahkan investasi asing di sektor migas Malaysia masuk melalui Petronas. Kebijakan dan perencanaan strategis migas nasional di Malaysia dipegang penuh oleh Petronas.
Widjajono mengungkapkan di 2007 Malaysia yang bukan anggota OPEC malah mempunyai banyak lapangan migas di luar negeri, termasuk di negara-negara OPEC dan Malaysia bukan pengimpor minyak seperti Indonesia. Padahal luas wilayah Malaysia jauh lebih kecil dari Indonesia.
Bahkan banyak mahasiswa Malaysia dulu belajar perminyakan di ITB. Sekarang, Malaysia telah sukses meniru sistem bagi hasil kontrak migas Indonesia. Petronas pun kini telah banyak mempekerjakan ahli perminyakan Indonesia.
Dalam bukunya yang berjudul 'Migas dan Energi di Indonesia; Permasalahan dan Kebijakan' yang dikutipdetikFinance, Senin (23/4/2012), Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) ini mengulas sedikit soal pengelolaan migas di Malaysia lewat perusahaan nasional petronas.
Widjajono mengatakan, Malaysia sebenarnya belajar mengelola perminyakan dari Indonesia dengan mengadopsi sistem production sharing contract (kontrak bagi hasil migas) yang sampai saat ini dilakukan pemerintah Indonesia.
"Tetapi dengan kerjasama Petronas dan pemerintah serta iklim investasi di Malaysia yang lebih baik, maka Malaysia lebih berhasil dalam implementasi," jelas Widjajono dalam bukunya tersebut.
Bahkan di 2007, berdasarkan ranking perusahaan migas oleh Petroleum Intelligent Weekly, disebutkan peringkat Petronas jauh di atas Pertamina. Petronas menduduki peringkat 17 sebagai perusahaan migas terkemuka dari segi bisnisnya, sementara Pertamina menduduki peringkat 30.
Petronas yang didirikan pemerintah Malaysia pada 17 Agustus 1974 memang cepat berkembang sebagai perusahaan migas ternama dunia karena di dalam negerinya, Petronas diberikan hak khusus untuk mengelola kontrak bagi hasil migas. Di Indonesia, pengelolaan kontrak bagi hasil dipegang langsung oleh pemerintah melalui BP Migas, setelah sebelumnya Pertamina yang berkuasa.
Dalam bukunya, Widjajono mengatakan, pemerintah Malaysia memberikan hak penuh kepada Petronas untuk mengeksploitas seluruh sumber daya di negeri jiran tersebut. Bahkan investasi asing di sektor migas Malaysia masuk melalui Petronas. Kebijakan dan perencanaan strategis migas nasional di Malaysia dipegang penuh oleh Petronas.
Widjajono mengungkapkan di 2007 Malaysia yang bukan anggota OPEC malah mempunyai banyak lapangan migas di luar negeri, termasuk di negara-negara OPEC dan Malaysia bukan pengimpor minyak seperti Indonesia. Padahal luas wilayah Malaysia jauh lebih kecil dari Indonesia.
Bahkan banyak mahasiswa Malaysia dulu belajar perminyakan di ITB. Sekarang, Malaysia telah sukses meniru sistem bagi hasil kontrak migas Indonesia. Petronas pun kini telah banyak mempekerjakan ahli perminyakan Indonesia.
Komentar
Posting Komentar