Kita menilai berbagai macam hal yang ada saat ini adalah berdasarkan dari persepsi kita, atau setidaknya berdasarkan bagaimana kita “diposisikan” dalam menilai hal tersebut, bukan dari sebagaimana adanya hal itu tadi.Karena itulah kita jadi memiliki pendapat yang berbeda-beda dalam menerjemahkan suatu kejadian atau tindakan, yang kemudian dalam situasi yang buruk dapat menimbulkan perdebatan, kesalahpahaman, dan sebagainya.
. . . .
Akan tetapi, sebuah persepsi itu tidak mutlak.
Faktanya setiap orang memiliki persepsinya masing-masing, namun bagaimana kita memandang terhadap berbagai hal itu tadi bisa berubah, ketika kita mendapatkan “informasi tambahan” tentang hal tersebut. Dan juga kita dapat menggiring orang lain untuk mengubah persepsinya sesuai dengan apa yang kita lihat ketika dia mau melihat sudut lain yang belum dia lihat sebelumnya.
Faktanya setiap orang memiliki persepsinya masing-masing, namun bagaimana kita memandang terhadap berbagai hal itu tadi bisa berubah, ketika kita mendapatkan “informasi tambahan” tentang hal tersebut. Dan juga kita dapat menggiring orang lain untuk mengubah persepsinya sesuai dengan apa yang kita lihat ketika dia mau melihat sudut lain yang belum dia lihat sebelumnya.
. . . .
Ada sebuah cerita yang mungkin memberikan gambaran tentang persepsi.
Cerita tersebut adalah tentang seorang pria yang sedang menaiki busway dalam perjalanan pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan, suasana di dalam busway tersebut tenang. Penumpang lain hanyut dalam kegiatannya masing-masing, ada yang membaca surat kabar, ada yang tertidur, dan ada yang hilang dalam lamunannya sendiri.
Hingga kemudian di suatu pemberhentian, seorang bapak dan anak laki-lakinya masuk ke dalam busway tersebut. Anak tersebut sangat aktif. Dia berlarian di dalam busway dan berteriak-teriak, sehingga memecah suasana hening tadi dan mengganggu penumpang lain.
Bapak tersebut kemudian duduk diam di sebelah pria tadi dan membiarkan anaknya mengganggu penumpang lain. Para penumpang lain merasa jengkel karena si Bapak tidak menegur anaknya atau mengajaknya duduk bersama, namun justru membiarkan anaknya bebas kesana kemari.
Kemudian si Pria yang duduk di sebelah bapak tersebut, karena merasa kesal juga, mencoba menegur dengan sopan Bapak tersebut.
“Mohon maaf pak, mungkin bapak perlu melakukan sesuatu kepada anak Bapak, karena sepertinya penumpang lain cukup terganggu.” ucap Pria tersebut.
Bapak tadi terdiam menatap si Pria, dan menghela napasnya pelan.
Bapak itu kemudian menjawab.
“Iya benar. Mungkin saya harus melakukan sesuatu terhadap anak saya. Tapi saya benar-benar tidak tahu apa yang harus saya lakukan sekarang.” kata Bapak tersebut.
“Kami berdua baru saja pulang dari Rumah Sakit, dan dia baru saja kehilangan ibunya.”
Pria itu terkejut mendengar apa yang baru saja disampaikan oleh si Bapak. Pandangan dan perasaan kesalnya seketika hilang, dan berubah menjadi perasaan iba. Dia kemudian memandang anak tersebut tidak lagi sebagai hal yang mengganggu, persepsinya benar-benar berubah akan kondisi saat itu.
. . . .
Begitulah cara kerja dari persepsi. Kita tidak pernah benar-benar memandang sesuatu sebagaimana adanya, akan tetapi ada campur tangan dari persepsi kita dalam menilai. Dan pergeseran persepsi itu sangat mungkin, selama kita bersedia untuk mendengarkan informasi tambahan lain. Memberikan celah dalam penilaian kita sehingga kita mau menerima sudut pandang dari orang lain dan mendapatkan persepsi yang lebih luas lagi.
Gambar:
- Photo by timJ on Unsplash
- Photo by Pau Casals on Unsplash
Komentar
Posting Komentar